blog untuk menyelami dalamnya dunia


sumber : http://www.hukumonline.com

Akuntabilitas pelayanan publik dan pemberantasan korupsi di semua level birokrasi bisa menjadi indikator keberhasilan reformasi birokrasi.

Kaitan antara reformasi birokrasi, pelayanan public dan pemberantasan korupsi menegemuka dalam Dialog A21 yang bertajuk “Membangun Kembali Akuntabilitas Pelayanan Publik di Indonesia dalam Penciptaan Human Security” hasil kerja sama The Habibie Center (THC) dengan AccountAbility London, Selasa (19/12).

Muladi, Ketua Dewan Pengurus THC menyatakan bahwa reformasi birokrasi di Indonesia belum berjalan dengan maksimal. “Indikasinya adalah buruknya pelayanan publik dan masih maraknya perkara korupsi yang mewarnai media massa,”  ujarnya.

Kendati demikian, Gubernur Lemhanas itu menyatakan salut kepada pemerintah daerah yang sudah mampu memperbaiki layanan publik. Menurut dia, secara umum dapat dikatakan reformasi birokrasi di daerah tersebut sudah berhasil. Semangat otonomi daerah sangat membuka peluang bagi pemerintah daerah untuk melakukan pelayanan publik dengan sebaik-baiknya.

Pernyataan Muladi diamini oleh I Gede Winasa, Bupati Jembrana. Winasa menyebutkan otonomi daerah telah memberikan kesempatan seluas-luasnya bagi pemerintah daerah untuk melakukan inovasi dan terobosan-terobosan mujarab dalam penyelenggaraan pemerintahan. “Otonomi daerah membuka peluang bagi daerah untuk maju,” jelasnya.

Sebagaimana diketahui, nama Kabupaten Jembrana dalam beberapa tahun terakhir ini menjadi primadona dalam setiap seminar, diskusi, lokakarya dan aktivitas ilmiah lain terkait dengan prestasinya dalam memberikan pelayanan kebutuhan dasar rakyatnya. Hukumonline mencatat prestasi Jembrana dalam membebaskan seluruh biaya pendidikan tingkat dasar (SD) hingga menengah atas (SMA). Belum puas dengan itu, Pemkab Jembrana juga membebaskan biaya kesehatan kepada rakyatnya dengan mengikutsertakan rakyatnya pada program Jaminan Kesehatan Jembrana (JKJ). Selain itu, Pemkab Jembrana juga melakukan penguatan ekonomi rakyat secara langsung program penyediaan dana bergulir dan dana talangan.

Kebijakan yang dikeluakan oleh Pemkab Jembrana ibarat oase di tengah gurun. Bagaimana tidak? Di tengah meningkatnya angka putus sekolah (drop out) akibat mahalnya biaya pendidikan; dan banyaknya rakyat yang menderita mal nutrisi akibat melambingnya biaya kesehatan, Pemkab Jembrana malah memutuskan untuk menggratiskan biaya kebutuhan dasar masyarakat itu.

Hebatnya lagi, Winasa menejelaskan bahwa kebijakan itu dikeluarkan bukan karena Jembrana memiliki PAD yang  besar dan aset ekonomi yang kaya raya. “Dilihat dari PAD, Jembrana adalab kabupaten termiskin. Tidak pernah ada dollar amerika maupun yen jepang yang masuk ke kabupaten kami”.

Lantas apa kunci sukses Jembrana? Winasa menjelaskan bahwa dalam penyelenggaraan pemerintahannya, ia menggunakan ‘Manajemen DOA’. “Manajemen DOA dimaksud adalah Efisiensi Dana, Orang dan Alat”. Selain itu, faktor lain yang mendorong kesuksesan Jembrana tak lain adalah keseragaman pola pikir aparat pemerintahannya yang menganggap dirinya tidak lain  sebagai pelayan masyarakat.

Roy V. Salomo, Ahli Administrasi Negara Universitas Indonesia, mengatakan bahwa buruknya pelayanan publik di Indonesia antara lain disebabkan ketiadaan perangkat hukum yang mengatur standarisasi pelayanan publik yang harus dipenuhi pemerintah.

Lebih lanjut Roy menjelaskan sebenarnya pemerintah bersama dengan DPR sedang menyusun RUU Pelayanan Publik yang memberikan standarisasi pelayanan publik. “Sayang, pembahasan RUU ini mandeg. Padahal pemerintah di daerah membutuhkan RUU ini” ujarnya. Bahkan, lanjut Roy, ada kecenderungan di kalangan DPR untuk tidak melanjutkan pembahasan RUU ini.

Selain masalah ketiadaan peraturan perundang-undangan yang mengatur, Roy menengarai hambatan juga datang dari organisasi birokrasi itu sendiri yang rata-rata cenderung menunjukkan perilaku korup. “Berdasarkan penelitian mahasiswa saya di SAMSATJakarta, disana banyak terjadi penyelewengan. Ini menunjukkan birokrasi kita masih setengah hati dalam melakukan pelayanan publik”.

Sementara itu, Anwar Ibrahim, Mantan Deputi Perdana Menteri yang juga hadir dalam dialog ini, menyoroti bagaimana hebatnya daya rusaknyua korupsi dalam kehidupan masyarakat. “Korupsi menghambat birokrasi untuk melakukan pelayanan publik”.

Mengenai korupsi, Anwar mengakui bahwa korupsi memang sudah menjadi persoalan mendasar di beberapa negara, tidak hanya diIndonesia. Meski demikian, ia tidak sepakat jika ada pernyataan yang mengatakan bahwa korupsi tidak mungkin bisa dihapuskan dan dilepaskan dari suatu birokrasi pemerintahan.

Ia mencontohkan Hongkong yang pada sekitar tahun 1960an tekenal dengan korupsinya, namun kini menjadi negara yang terkenal bersih dari korupsi. Anwar menjelaskan ada beberapa kunci keberhasilan Hongkong. “adanya suatu komisi nasional yang independen dalam pemberantasan korupsi kemudian diperkuat dengan dana dan resources yang cukup serta tenaga yang tegas dan terlatih”.

Selain perbaikan pada level birokrasi, Anwar juga mengatakan pentingnya peran pers untuk menjaga akuntabilitas pemerintahan. Mengenai peran pers, Anwar mengakui bahwa Indonesia beruntung memilkiki pers yang sudah bebas mengekspresikan pendapat, satu hal yang menurutnya tidak terdapat di Malaysia.

Leave a comment